AbdurrahmanWahid menjelaskan ada tiga unsur yang sangat khas dalam dunia pesantren dalam menata nilai pendidikanya, yaitu; 1) Kepemimpinan kyai, baik dengan kepemimpinan dengan masyarakat atau dengan kyai yang lain, hal ini penting sebab ia menunjukkan bagaimana kyai memlihara hubungan sejawat (peer-relationship). pendidikankarakter yang ada di pesantren benar-benar mampu dilaksanakan dengan baik. Contoh pendidikan karakter di pesantren yang ditunjuk oleh Sauri adalah disiplin, menurutnya nilai kedisiplinan yang ada di pesantren lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah biasa. Karena santri di pesantren disiplin dalam berbagai hal dan mereka sangat Pertama pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara non-klasikal (sistem Bandongan dan Sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan,(Sistem Bandongan dan Sorongan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar 0811/2021. Artikel. Pondok pesantren identik dengan sebuah lembaga yang dimana mengajarkan ilmu ilmu agama terutama ilmu tentang keislaman. Dewasa ini pesantren tidak hanya menjadi sebuah lembaga yang menjadikan lulusannya berakhlakul karimah, tapi banyak sekali pondok pesantren yang memiliki program program unggulan yang mungkin tidak didapatkan Dalamhal kurikulum dan sistem pengajaran, pesantren mengalami transformasi yang luar biasa, dari sebatas adanya kyai dan beberapa orang santri yang mempelajari beberapa ilmu agama Islam, dengan kurikulum dan sistem pengajaraan tradisonal sampai kepada pesantren yang memiliki sekolah-sekolah formal, bahkan sampai tingkat perguruan tinggi dengan kurikulum dan sistem pengajaran yang sudah tersusun dengan sistematis. Pembelajaranpada pondok pesantren modern dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya. Pada pondok pesantren khalafiyah, "pondok" lebih banyak berfungsi sebagai asrama yang memberikan lindkungan kondusif untuk pendidikan agama.[17] fC2ka. ï»żJika dalam umat bergama lain ada istilah ashram untuk Hindu atau vihara bagi umat Buddha untuk belajar filosofi agama, seni bela diri, dan meditasi, di Islam dikenal dengan istilah Pesantren. Lembaga pendidikan seperti pesantren dapat dijumpai di seluruh dunia Islam dengan istilah yang berbeda. Di Malaysia dan Thailand Selatan disebut dengan "pondok", di India dan Pakistan dikenal dengan istilah "madrasah Islamia" madrasah Islam. Sedangkan istilah bagi lembaga pendidikan Islam di sebagian besar wilayah dunia lainnya menggunakan bahasa Arab. Pengertian Pondok Pesantren Istilah "pesantren" identik dengan "santri" dan biasanya dipasangkan dengan kata "pondok" hingga menjadi satu rangkaian. Paduan tersebut menjadi "pondok pesantren" yang dalam beberapa metode dapat diterjemahkan dan memiliki pengertian lebih global dan universal. Pengertian Pondok Beberapa literatur menyebutkan bahwa, secara etimologi, kata "pondok" berasal dari bahasa Arab, yaitu funduuk ÙÙ†ŰŻÙˆÙ‚ yang memiliki arti penginapan. Kemudian dalam bahasa Indonesia diserap dan diadopsi menjadi pondok yang memiliki fungsi sebagai asrama atau tempat tinggal dengan sifat sementara. Pada awalnya pondok dibangun sendiri oleh para santri yang ingin mempelajari ilmu agama Islam. Namun sekarang pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sudah menyediakan tempat sebagai asrama bagi santri sebagai siswa atau peserta didik. Sebagian besar pesantren menyediakan perumahan atau asrama dengan biaya rendah atau tanpa biaya untuk siswa Santri. Meskipun ada beberapa pesantren modern yang menerapkan biaya lebih tinggi, namun masih lebih murah jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan non-pesantren. Pengertian Pesantren Istilah pesantren berasal dari kata santri pe-santri-an dan mengandung arti untuk merujuk tempat bagi orang yang sedang menuntut ilmu agama Islam. Diambil dari berbagai referensi, menyebutkan bahwa kata "santri" berasal dari beberapa istilah, yaitu Cantrik dalam bahasa Sansakerta atau mungkin Jawa kuno, memiliki arti orang yang selalu mengikuti guru. Kemudian menjadi kata "santri" dan dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah "santri" juga ada dalam bahasa Tamil dan memiliki arti guru mengaji Prof. John. Shastri bahasa India, berarti orang yang tahu buku-buku suci atau sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Menurut C. C Berg, kata "shastri" menjadi cikal bakal munculnya istilah "santri". Istilah "santri" juga dianggap sebagai gabungan antara kata "saint" manusia baik yang mendapat tambahan suku kata "tra" suka menolong. Dari beberapa referensi tersebut dapat dikorelasikan dan disimpulkan tentang pengertian pesantren sebagai tempat pendidikan ilmu agama Islam melalui kajian kitab suci dengan konsep mencapai tujuan membentuk karakter manusia yang lebih baik. Pengertian Pondok Pesantren Pengertian pondok pesantren di Indonesia merujuk pada salah satu tradisi populer sistem pendidikan dan pembelajaran agama Islam secara tradisional Jawa dengan konsep boarding atau asrama. Pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan bagi para santri untuk membentuk karakter dan bermoral dengan mempelajari ilmu agama Islam melalui kajian kitab klasik kitab kuning dibimbing oleh kyiai. Santri pondok pesantren dipisahkan untuk laki-laki dan perempuan dibimbing oleh ustad dan/atau ustadzah sebagai guru serta dipimpin oleh Kyai. Dalam sistem kontemporer, Kyiai memiliki pengaruh besar bukan hanya di pondok pesantren, melainkan juga di lingkungan masyarakat karena dikenal dengan ketaatannya. Bahkan terkadang nama besarnya dapat membawa masa yang bisa mengantar dalam ranah politik. Garis keturunan dari pendahulunya, sebagai Kyiai yang memiliki kharisma, juga berpengaruh besar terhadap citra dari generasi penerusnya. Beberapa unsur pendukung pembelajaran dalam pondok pesantren juga disediakan, diantaranya masjid sebagai sentra tempat pembelajaran, asrama sebagai tempat tinggal santri, dan kitab-kitab agama yang berbahasa arab dan bersifat klasik kitab kuning. Pengertian Pondok Pesantren Menurut RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Aktivitas pesantren sebagai bagian dari pendidikan keagamaan telah menuju pada tahap progress yang legalitasnya diakui secara formal oleh pemerintah. Hal ini ditunjukan dengan rencana pemerintah menerbitkan UU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Adapun pengertian Pondok Pesantren merupakan subkultur atau lembaga berbasis masyarakat yang didirikan dengan tujuan untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, menyemaikan akhlak mulia, dan membentuk karakter pribadi yang senantiasa memegang teguh ajaran agama, merawat nilai luhur bangsa, dan memiliki orientasi menyelenggarakan pendidikan diniyah atau jenis pendidikan lain untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat dan terutama peserta didik dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama, menggerakkan dan menyiarkan dakwah Islam rahmatal lil alamin, serta sebagai lembaga pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat. Keberadaan Pondok Pesantren yang juga memiliki nama lain seperti Dayah, Surau, Meunasah harus harus memenuhi paling sedikit 5 lima elemen persyaratan sebagai berikut Kyai atau sebutan lain; Santri yang mukim di Pesantren; pondok atau asrama; masjid atau mushalla; dan kajian kitab kuning atau dirasah islamiyyah. Kurikulum Pesantren Pondok pesantren adalah sistem pendidikan Islam yang umumnya dikenal dan dikategorikan sebagai sistem tradisional. Namun, ada tendensi pesantren tertentu yang mengembangkan sistem mereka dari tradisional ke dalam bentuk pendidikan modern. Dilihat dari perkembangannya, hingga saat ini, sistem pembelajaran di pondok pesantren memiliki beberapa karakteristik atau ciri khas, sebagai berikut Pendidikan agama Islam yang dikelola secara tradisional maupun modern dan biasanya disebut dengan istilah "ngaji"; Kurikulum yang diakui pemerintah ada dua jenis yang berbeda untuk dipilih; pelatihan keterampilan kerja; pengembangan karakter. Kurikulum pada pondok pesantren memungkinkan memiliki beberapa komponen dengan didasarkan pada jenis atau tipe pesantrennya untuk menentukan sistem pendidikannya tradisional dan/atau modern. Kurikulum Pesantren Salaf Pada tipe pondok pesantren salaf, biasanya merupakan pendidikan non formal yang bersifat tradisional. Kurikulum pembelajaran di pesantren salaf hanya berkaitan dengan agama Islam dan menjadikan kitab-kitab klasik seperti Kitab Kuning sebagai referensi. Kurikulum Pesantren tradisional cenderung menerapkan dan mempertahankan metode pengajaran yang konvensional namun unik, seperti sorogan, bandongan, halaqah, serta mudhakarah. Materi bidang studinya dikategorikan dalam 3 golongan utama, yaitu Kitab-kitab dasar, Kitab-kitab menengah, dan Kitab-kitab besar. Penyelenggaraan pendidikan atau kurikulum pesantren pada tipe salaf sangat kuat dipengaruhi oleh pemikiran dari para ulama atau Kiyai. Kurikulum Pesantren Modern Sebagai bentuk respon terhadap modernitas, beberapa pihak penyelenggara pondok pesantren melakukan upaya desain ulang terhadap kurikuler atau kurikulum pembelajaran. Hal ini menjadi bagian dari upaya meminimalisir resiko buruk sekaligus sebagai tindakan antisipasi terhadap berpotensi bahaya dampak modernisasi pada moral. Dimulai pada paruh kedua abad ke-20, beberapa pesantren mulai menambahkan kurikulum yang diakui negara berupa mata pelajaran sekuler umum ke dalam pembelajaran di pondok pesantren. Penambahan kurikulum ini telah mempengaruhi sistem pondok pesantren tradisional dan menyebabkan kontrol yang lebih besar oleh pemerintah nasional. Di sisi lain, pesantren modern memiliki sistem pembelajaran yang dimodifikasi agar sesuai dengan kurikulum sekolah dengan menekankan objek studi Islam dan menggunakan metode pengajaran modern penuh. Pada umumnya jenis pesantren modern menambahkan dan menggunakan kurikulum dari pemerintah untuk mengajarkan ilmu pengetahuan umum. Meski menggunakan kurikulum, metode pengajaran, dan manajemen kelembagaan modern, namun pondok pesantren tetap mempertahankan sistem nilai tradisional untuk kehidupan sehari-hari mereka di kampus. Mata Pelajaran Di Pondok Pesantren Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peran utama selama berabad-abad. Mereka menekankan nilai-nilai inti ketulusan, kesederhanaan, otonomi individu, solidaritas dan pengendalian diri. Pria dan wanita muda dipisahkan dari keluarga mereka, yang berkontribusi pada rasa komitmen individu terhadap iman dan ikatan erat dengan seorang guru. Pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan Alquran, khususnya melalui studi bahasa Arab, tradisi eksegesis, Hadits, fiqih dan logika dengan meliputi bidang-bidang studi atau mata pelajaran sebagai berikut Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqh, Tashawuf, Bahasa Arab Nahwu, Sharaf, Balagah, dan Tajwid, Mantiq, dan Akidah Akhlak. Dua jenis sistem pendidikan, yaitu kurikulum pondok pesantren dan kurikulum nasional, dilaksanakan sepanjang hari. Siswa sekaligus santri di pondok pesantren memiliki hampir 20 jam kegiatan mulai dari doa pagi jam 4 hingga tengah malam dan mengakhirinya dengan kelompok belajar di asrama. Pada siang hari, siswa mengikuti sekolah formal yang wajib sampai sekolah menengah pada 2005, seperti siswa lain di luar pesantren. Sedangkan sore dan malam hari mereka harus menghadiri ritual keagamaan dan diikuti dengan studi agama serta studi kelompok untuk menyelesaikan pekerjaan rumah mereka. Meski pada setiap pesantren memiliki karakteristik dan kadar atau tingkat yang berbeda di masing-masing komponen ini, namun pada dasarnya pengembangan karakter dan moral Islam untuk santri merupakan ciri khas utama dari setiap pesantren. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... Kehadiran sejumlah Pesantren Muhammadiyah sebagai salah satu model pendidikan Islam di Indonesia itu tidak terlepas dari upaya untuk memberikan solusi-alternatif atas kekurangmampuan pesantren tradisional menciptakan dan meningkatkan kemampuan para santri secara integral-holistik. Pesantren Muhammadiyah berupa memadukan kemampuan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik para santrinya agar mereka tidak tertinggal di bidang agama maupun ilmu pengetahuan saintifik dan keterampilan hidup Tampubolon, 2019 Kuswandi, 2020. Ichwansyah Tampubolon meneliti tentang trilogi system pendidikan pesantern di Muhammadiyah. ...... Sistem Islamic Boarding School dapat dipandang sebagai rekonstruksi sistem sekolah Muhammadiyah konvensional atau berwujud "postmodernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah". Sementara itu, sistem takhassus Ma`had Âly, dalam tataran tertentu, merupakan wujud neo-postmodernisme Tampubolon, 2019. Anisa Rizkiani melakukan kajian tentang pengaruh sistem boarding school di Ma'had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut yang menyimpulkan bahwa pengaruh sistem boarding school terhadap pembentukan karakter peserta didik di Ma'had Darul Arqam Muhammadiyah Daerah Garut sangat tinggi Rizkiani, 2012. ...Muhibuddin MuhibuddinAsrul AsrulSefrila Manda SariHamdani HamdaniThe challenges of Islamic boarding schools in the era of globalization and modernization are changing rapidly because of the urgency of these challenges. Although the intensity and form of pesantren are not the same as one another, this reality impacts the existence of the continuity of the pesantren, the role and achievement of the goals of the pesantren, as well as the public's view of this institutionalized education. This type of research uses a qualitative approach with a case study type at the Modern Muhammadiyah Islamic Boarding School in Kuala Madu Langkat, North Sumatra. Data collection techniques through observation, interviews, and documentation, as well as using qualitative analysis techniques. The results of this study conclude that the efforts of the Modern Muhammadiyah Islamic Boarding School Kwala Madu Langkat, North Sumatra, in improving life skills are pretty reasonable, namely, by carrying out three stages, namely 1 habituation, 2 assignment, 3 training with language development programs such as giving vocabulary, muhadtsah, muhadara, as well as activities that support extracurricular activities, namely Tahfidz al-Qur'an, calligraphy, sports, sewing and so on. These three stages are carried out with the characteristics and abilities of the students who want to be developed.... Pendidikan pesantren Darul Arqom Patean merupakan pesantren Muhammadiyah bersistem Islamic boarding schools MBS dengan menggunakan pola Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah KMI, yaitu pola pendidikan santri selama 24 jam di dalam komplek pondok pesantren dengan berbagai kegiatan pembelajaran yang terstrukur baik yang bersifat klasikal maupun non klasikal Tampubolon, 2019. KMI di pesantren Darul Arqom Patean ditempuh selama 7 tahun, yaitu enam tahun ditempuh melalui pendidikan formal di pondok 172 Jurnal Tarbiyatuna Vol. 10 No. 2 2019 dari MTs sampai MA/SMK., dan 1 tahun merupakan masa pengabdian di luar pondok, yang dikirim ke berbagai daerah bahkan sampai ke luar jawa. ...... Pesantren al-Mu'min Tembarak merupakan pondok pesantren Muhammadiyah yang bersistem Islamic Boarding Schools Pitoyo, 2016, yang menganut pola Kulliyatul Mualimin al-Islamiyah KMI sebagaimana pola pondok modern pada umumnya. System kulliyatul Muallimin al-Islamiyah KMI adalah pola pendidikan dan pengasuhan santri selama 24 jam Tampubolon, 2019. Dan kegiatan belajar di pesantren ini menganut dua pola yaitu jadual harian sekolah dan jadual harian asrama/kesantrian. ...This research is about theopreneurship of pesantren. Theopreneurship is a relatively new study in the academic world, namely entrepreneurship based on religious values, which is rather different from entrepreneurship studies in general. This research is a descriptive analysis; for collecting data using the in-depth interview method and Focus Group Discussion FGD. From the research it was found that the two pesantren of Muhammadiyah, namely al-Mu'amin Tembarak and Darul Arqom Patean used the Kulliyatul Mu'allimin al-Islamiyyah KMI model in the management of student learning, namely daily learning management for students for 24 hours of full day in the boarding schools. For the development of theopreneurship, Darul Arqom Patean uses the organizational culture formed in the pesantren environment, namely business development through a business division that was formed institutionally and the development of santri entrepreneurship motivation through the Darul Arqom Organization students OSDA. Meanwhile, pesantren al-Mu'min Tembarak, entrepreneurship development has not yet become an organizational culture, pesantren is still looking for models and forms. For the development of the entrepreneurial ethos of students carried out through the organizational culture of the Muhammadiyah Student Association IPM.... Bahkan Muhammadiyah sendiri menjadikan level mu'allimin ini sebagai sarana pengkaderan bagi pelanjut generasi dakwah dana jama'ahnya Azhar et al., 2016. Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki trilogi pendidikan yang dianut dalam penerapan kurikulum keilmuan di sekolahsekolah yang mereka miliki Tampubolon, 2019. ...Zilal Afwa AjidinAsep AjidinProgram pendidikan Islam telah berkembang sejak sebelum Indonesia merdeka. Namun secara de facto masih mengalami pasang surut dalam penerapannya. Pada penelitian ini, penulis membandingkan dua organisasi masyarakat Islam yakni Muhammadiyah dan Persatuan Islam, dengan mengambil studi kasus yakni Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan Mu’allimin Persatuan Islam Tarogong Garut. Sampel tersebut diambil karena keduanya merupakan mu’allimin terbesar dari masing-masing organisasi masyarakat Islam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana model pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh sekolah tersebut dalam menghadapi tantangan zaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua mu’allimin tersebut memiliki model yang cukup berbeda dalam menjalankan kurikulumnya. Namun memiliki kesamaan dalam hal visi misi yakni menciptakan pengajar agama Islam yang mampu beradaptasi bagi lingkungannya. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah masing-masing mu’allimin mampu menjadi sekolah unggulan di lingkungan masing-masing dengan sistem yang diterapkannya. Model pendidikan agama Islam kedua mu’allimin tersebut ialah model organisme. Keywords Model Pendidikan Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam... The intellectualism relationship between NU and Muhammadiyah is considered successful Al-Barbasy, Amar, Santoso, & Ikhwan, 2004. Up to now, Muhammadiyah has established around 180 pesantren Tampubolon, 2019. ... Iwan KuswandiKata Kunci Konsep AkhlakIbn Miskawaih, Al-GhazaliPesantren MuhammadiyahStudies of Ibn Miskawaih and al-Ghazali thought are at all times thought-provoking. Even though both of them are figures from the same religion, their concepts have similarities and differences which stimulate lengthy discussion. This paper examined how the concept of moral according to Ibn Miskawaih and al-Ghazali and analyzed how relevant it is to the philosophy of Muhammadiyah pesantren. Ibn Miskawaih was a more open figure to Western philosophical thinking. It made him more rational than al-Ghazali. Al-Ghazali, the pioneer of Sunni Sufism, repeatedly criticized Western philosophical thinking as his approach was mystical tradition. Rational ethics of Ibn Miskawaih are considered relevant to modernism today; while Al-Ghazali's mystical ethics has become the major influence and earned good reputation among Muslims, especially within the pesantren community. Thus, it was reasonable that Ibn Miskawaih was given the title of the Third Teacher al-Muallim al-Tsalits and al-Ghazali was given the title of hujjah al-Islam. The conception of these two figures has special relevance to the philosophy of Muhammadiyah pesantren across Indonesia. Ibn Miskawaih conception is considered relevant to the efforts of integrating general knowledge and religion, which is carried out by the Muhammadiyah pesantren. On the other hand, the conception of al-Ghazali's which originated from the Qur'an and the Sunnah is very relevant to the Islamic spirit of Muhammadiyah. It means that Ibn Miskawaih conception is epistemologically in line with the integration of education in the Muhammadiyah pesantren, while al-Ghazali's conception is considered ontologically relevant, because it prioritized the reference of the Qur'an and the Sunnah. The axiological value of education in the Muhammadiyah pesantren lies in logical reason, the Qur'an and the Sunnah. Abstrak. Kajian tentang pemikiran Ibn Miskawaih dan al-Ghazali tentu akan selalu menarik, meskipun keduanya sama-sama tokoh dari agama yang sama, namun tetap saja ada sisi menarik menyangkut persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Tulisan ini mengkaji tentang bagaimana corak konsepsi akhlak menurut Ibn Miskawaih dan al-Ghazali, serta menganalisis bagaimana relevansinya dengan filsafat pesantren Muhammadiyah. Setelah dilakukan kajian kritis, ditemukan bahwa Ibn Miskawaih adalah tokoh yang lebih terbuka dengan pemikiran filsafat Barat, sehingga lebih rasional. Sedangkan al-Ghazali pioneer tasawuf sunni, yang dengan penuh keyakinan-diri mengkritik pemikiran filofof Barat, sehingga bercorak pada tradisi mistik. Etika rasional Ibn Miskawaih, misalnya dianggap relevan dengan modernisme saat ini. Etika mistik al-Ghazali, memliki pengaruh dan reputasi tersendiri di kalangan umat Islam, terutama di dalam komunitas pesantren. Maka wajar kalau kemudian Ibn Maskwaih diberi gelar sebagai Guru Ketiga al-Muallim al-Tsalits. Sedangkan al-Ghazali dikenal sebagai hujjah al-Islam. Pemikiran kedua tokoh ini memiliki relevansi dengan pesantren Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pemikiran Ibn Miskawaih dianggap relevan dengan upaya integrasi pengetahuan umum dan agama yang dilakukan oleh pesantren Muhammadiyah, sedangkan konsep pemikiran al-Ghazali yang bersumber dari al-Qur'an dan Sunnah, tentu relevan sekali dengan semangat keislaman Muhammadiyah. Dengan kata lain, relevansi pemikiran Ibn Miskawaih sesuai dengan integrasi pendidikan di pesantren Muhammadiyah di sektor epistemologis, sedangkan secara ontologi, pemikiran al-Ghazali lah yang dianggap relevan, karena sama-sama mengutamakan sumber al-Qur'an dan Sunnah. Adapun nilai aksiologi pendidikan di pesantren Muhammadiyah terletak pada penempatan akal dan sumber agama Islam, al-Qur'an dan Sunnah.... Meskipun Muhammadiyah sebagai organisasi yang memiliki ciri khas di bidang pendidikan berkemajuan, namun ternyata akhirnya organisasi ini juga ikut serta meramaikan dalam pendidikan pesantren. Sampai saat ini, Muhammadiyah telah mendirikan sekitar 180 pesantren Tampubolon, 2019 Febriansyah et al., 2013;Kuswono, 2013. ... Iwan KuswandiThis paper examined the dynamics of pesantren education within Muhammadiyah. This study used a conceptual research approach. There are three main topics being discussed in this paper, namely the context of use, periodization and continuity. The study found that Muhammadiyah and pesantren seems to be two contradictory poles. While Muhammadiyah is known for its modernity, pesantren is known as a traditional religion institution. However, both Muhammadiyah and pesantren can be united in one obsession. It was started by Kiai Dahlans criticism about pesantren system, which then criticized back by Kiai Fachriuddin who later adopted pesantren system for use in the organization. The dynamics of pesantren in Muhammadiyah were found in the wide range variety of pesantren models its developed, namely integral system, takhassus, boarding school systems, and modern pesantren. Abstrak Tulisan ini mengkaji tentang dinamika pendidikan pesantren di dalam organisasi Muhammdiyah. Penelitian ini merupakan library research dengan jenis penelitian konsep. Penelitian ini berfokus pada tiga hal, yaitu konteks penggunaan, periodisasi dan kesinambungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama ini Muhammadiyah dan pesantren tampak membicarakan dua kutub yang berbeda. Muhammadiyah dikenal lebih modern, sedangkan pesantren dianggap lembaga tradisional. Meski demikian, keduanya dapat menyatu dalam satu obsesi. Hal ini berawal dari kritik Kiai Dahlan terhadap sistem pesantren yang kemudian mendapat autokritik dari Kiai Fachruddin. Kiai Fachruddin kemudian memasukkan sistem pesantren dalam organisasi Muhammadiyah. Dinamika pesantren di Muhammadiyah dapat ditemukan dari beragam model pesantren dalam Muhammadiyah, yaitu sistem integral, takhassus, sistem boarding school, serta ada yang menggunakan istilah pesantren WahyuniIndonesia memiliki dua organisasi besar yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dimana organisasi tersebut memiliki perbedaan paham dan pemikiran, salah satu contohnya dalam konsep yang digunakan pada lembaga pendidikan yang dimilikinya misalnya pesantren. Pesantren di Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama terdapat perbedaan dalam focus sistem pendidikan serta kajiaanya. Untuk metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan library research, dimana pertama yang dilakukan mencari sejumlah buku, jurnal dan hasil penelitian kemudian membaca dan menelaahnya. Dan hasil penelitian ini sejarah lembaga pendidikan islam di Indonesia, konsep lembaga pendidikan di pesantren Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dapat diketahui letak perbedaanya itu number of pesantren Muhammadiyah has increased dramatically in recent years. Therefore, a mapping of pesantren Muhammadiyah research is required to find the trend of publications, article citations, publishers, and keywords. Through bibliometric studies, this article seeks to identify and analyze pesantren Muhammadiyah's studies published in reputable journals between 2011 and 2020. The mind-mapping method used in this study consisted of four stages first, searching articles from the Google Scholar database using the Publish or Perish PoP applications. Second, papers are filtered. Third, double-check and complete the paper metadata. Fourth, arranging bibliometric analysis using the VOSviewer. The investigation yielded four conclusions first, Pesantren Muhammadiyah publication trends yearly. The study revealed an improving publication trend; second, the scope of religious awareness received the most citations in pesantren Muhammadiyah articles; third, the most reports on pesantren Muhammadiyah and its publisher. The most frequently cited journal is Jurnal Tarbiyatuna, the most commonly cited publisher is Universitas Muhammadiyah Makassar, and the most frequently cited author keywords in pesantren Muhammadiyah articles are Universitas Muhammadiyah Makassar. The most widely used keyword term by authors is pesantren Muhammadiyah. The findings of this study, the number of publications in pesantren Muhammadiyah increased, and the number of citations decreased. Ilham UM SumbarHakiman IlhamWastonNowadays, the declining moral values that have plagued our society cannot be separated from the ineffectiveness of instilling moral values, both in the family, school, boarding schools, and society as a whole. It is necessary to instill cultural values in the education environment as a sub-culture which is the existence of character building. This paper aimed to describe the cultural values of Muhammadiyah Boarding School and its benefits for the life of the students. This study was a qualitative study using a case study approach with the location of the Senior High School of Muhammadiyah Sains Trensains Sragen, Central Java, Indonesia. The data collection technique was carried out through in-depth interviews with three informants, observation on the interaction of students with students, students with the instructor of the Boarding School, students and ustadz/ustadzah teachers, documentations through the Trensains guiding book, photos, and social media. The results of this study indicated that the cultural values carried out in the Trensains environment were independence values, leadership values, disciplinary values, environmental care values, ukhuwah fraternity/brotherhood and family values, scientific and expertise values, and research and natural observation values. These cultural values provided the benefits for the character building of students in the boarding school environment. This study is expected to be input for the Boarding School Development Institute, Muhammadiyah Central Management which is developing nationally the cultural values contained in the Muhammadiyah Boarding School Sanur TarihoranMuhamad ReziOne of the great traditions in Islamic education institutions in Indonesia is teaching by transmitting Islamic values as found in classical books written centuries ago. The majority in Indonesia, the classic book is better known as the Kitab Kuning. Teaching with the Kitab Kuning is usually done in Islamic Boarding Schools. Examining Kitab Kuning requires qualified Arabic language skills at least passively. Unfortunately, not all Islamic boarding schools that have a variety of superior programs in certain fields, are weak in the field of studying Kitab Kuning. One of them is the Islamic Boarding School Mu'allimin Muhammadiyyah Sawah Dangka which has the flagship Tahfizh Alquran program but is weak in the study of Kitab Kuning. One of the main factors is the lack of adequate quality of human resources. For this reason, this community service activity aims to provide training while introducing new, lightweight methods in learning Arabic, namely the Bihaqatil Jumal method. This method emphasizes learning Arabic using the right brain. After a series of community service activities, teachers and Islamic boarding schools felt helped and gained new experiences in learning Arabic methods to study Kitab Kuning. In addition, both the assisted object and the resource person requested that this kind of community service be Character education is still the main problem in national education, Pesantren as Islamic educational institution with a long history in realizing the goal of national education is still strong. The excellence of Pesantren in the aspect of internalizing Islamic values that is comprehensively designed relevant with local traditions. In general, they only held general activities with the intention of being limited to the program's implementation. Until this stage, they do not yet have an effective method of internalization. This study aims to find and develop boarding school internalization methods based on boarding management. The method used is a qualitative approach case study type. The results showed that the internalization of Pesantren values was carried out through hostel management with planning, organizing, actuating, and evaluating daily activities that took place at the hostel. The values reflected in the sustainability activities at the hostel were orderly and implemented with full responsibility by the board hostel and students. Internalization of values managed by the hostel management approach becomes an effective and efficient means of achieving Pesantren goals. Keywords internalization of value; hostel management; pesantren management Abstrak Pendidikan karakter masih menjadi problem pokok dalam pendidikan nasional, Pesantren masih kukuh sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sejarah yang panjang dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Keunggulan pendidikan pesantren pada aspek internalisasi nilai-nilai Islam yang didesain secara komprehensif relevan dengan tradisi lokal. Pada umumnya Pesantren menyelenggarakan kegiatan normatif dengan maksud terbatas pada keterlaksanaan program. Sampai pada tahapan ini, pesantren belum memiliki metode internalisasi nilai yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan metode internalisasi pesantren berbasis manajemen asrama. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif jenis studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa internalisasi nilai-nilai pesantren dilakukan melalui manajemen asrama dengan perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, dan evaluasi kegiatan-kegiatan harian yang berlangsung di asrama. Nilai-nilai pesantren direfleksikan dalam keberlangsungan kegiatan-kegiatan di asrama yang tertib dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab oleh pengurus asrama dan santri. Internalisasi nilai-nilai yang dikelola dengan pendekatan manajemen asrama menjadi sarana yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pesantren. Kata kunci Internalisasi nilai; manajemen asrama; manajemen pesantrenPesantren Mahasiswa KH. Sahlan Rosyidi Unimus Semarang; Pesantren Darul Falah Lasem Rembang; Pesantren Modern MBS PurworejoBaratBarat. Pesantren Mahasiswa KH. Sahlan Rosyidi Unimus Semarang; Pesantren Darul Falah Lasem Rembang; Pesantren Modern MBS Purworejo;Mas Mansur Muhammadiyah Wanasari BrebesPondok PesantrenPondok Pesantren KH. Mas Mansur Muhammadiyah Wanasari Brebes;Bandingkan KarelA SteenbrinkBandingkan Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, Jakarta LP3ES, 1994.Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam dan Pesantren. Yogyakarta Pustaka PelajarAhmad MutoharNurul Dan AnamMutohar, Ahmad dan Anam, Nurul. Manifesto Modernisasi Pendidikan Islam dan Pesantren. Yogyakarta Pustaka Pelajar, dan Pengabdian MuhammadiyahYusuf PuarAbdullahPuar, Yusuf Abdullah. Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah. Jakarta Pustaka Antara, 1989Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun ModernKarel A SteenbrinkSteenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah, Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern. Jakarta LP3ES, Hamzah dkk., KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren ModernWirosukartoWirosukarto, Amir Hamzah dkk., KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern. Ponorogo Gontor Press, 1996. Berbagai macam lembaga pendidikan di Indonesia, baik lembaga pendidikan formal maupun non formal, senantiasa eksis dan ikut serta berperan dalam mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Salah satu lembaga pendidikan tersebut adalah pondok pesantren yang merupakan sebuah lembaga non formal yang merupakan lembaga pendidikan tertua di negeri ini yang masih memiliki peran penting dalam dunia pendidikan. Pondok pesantren merupakan sebuah sistem yang unik, tidak hanya unik dalam hal pendekatan pembelajarannya, tetapi juga unik dalam pandangan hidup dan tata nilai yang dianut, cara hidup yang ditempuh, serta semua aspek-aspek kependidikan dan kemasyarakatan lainnya. Dari sistematika pengajaran, dijumpai sistem pelajaran yang berulang-ulang dari tingkat ke tingkat, tanpa terlihat kesudahannya. Persoalan yang diajarkan seringkali pembahasan serupa yang diulang-ulang dalam jangka waktu bertahun-tahun, walaupun buku teks yang dipergunakan berlainan. Dalam keputusan Musyawarah/ Lokakarya intensifikasi Pengembangan pondok pesantren yang diselenggarakan pada tanggal 2 s/d 6 Mei 1978 di Jakarta tentang pondok pesantren diberikan batasan sebagai berikut Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur yaitu Kyai/ syekh/ ustadz yang mendidik serta mengajar, santri dengan asramanya, dan masjid. Kegiatannya mencakup Tri Dharma Pondok Pesantren yaitu keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT; pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara.[1] Metode pembelajaran di pesantren ada yang bersifat tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan dalam institusi pesantren atau merupakan metode pembelajaran asli pesantren. Ada pula metode pembelajaran baru tajdid, yaitu metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pesantren dengan mengintrodusir metode-metode yang berkembang di masyarakat modern. Penerapan metode baru juga diikuti dengan penerapan sistem baru, yaitu sistem sekolah atau klasikal Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007 453. Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, dan wetonan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Sejalan dengan perkembangan zaman, lembaga pendidikan pesantren juga tidak menutup diri untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan baik metode maupun teknis dalam pelaksanaan pendidikan pesantren itu sendiri. Meskipun demikian tidak semua pesantren mau membuka mengadakan inovasi serta pembaharuan terhadap metode pembelajaran yang ada. Pada awal berdirinya pondok pesantren, metode yang digunakan adalah metode wetonan dan sorogan bagi pondok non klasikal. Pada perkembangan selanjutnya metode pembelajaran pondok pesantren mencoba untuk merenovasi metode yang ada tersebut untuk mengembangkan pada metode yang baru yaitu metode klasikal. Kyai bertugas mengajarkan berbagai pengajian untuk berbagai tingkat pengajaran di pesantrennya, dan terserah kepada santri untuk memilih mana yang akan ditempuhnya. Kalau santri ingin mengikuti semua jenis pengajian yang diajarkan, sudah tentu akan membutuhkan waktu yang lama. Akan tetapi keseluruhan struktur pengajaran tidak ditentukan oleh panjang atau singkatnya masa seorang santri mengaji pada Kyainya, karena tidak adanya keharusan menempuh ujian dari Kyainya. Satu-satunya ukuran yang digunakan adalah ketundukannya kepada sang Kyai dan kemampuannya untuk memperoleh “ngelmu” dari sang Kyai.[2] Di samping kurikulum pelajaran yang sedemikian fleksibel luwes, keunikan pengajaran di pesantren juga dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, juga dalam penggunaan materi yang telah diajarkan kepada dan dikuasai oleh para santri. Pelajaran diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah terbuka. Di samping itu, mata pelajaran yang diajarkan bersifat aplikatif, dalam arti harus diterjemahkan dalam perbuatan dan amal sehari-hari, sudah tentu kemampuan para santri untuk mengaplikasikan pelajaran yang diterimanya, menjadi perhatian pokok sang Kyai.[3] Proses pembelajaran merupakan kegiatan yang kompleks, maka hampir tidak mungkin untuk menunjukkan dan menyimpulkan bahwa suatu metode tertentu lebih unggul daripada metode yang lainnya dalam usaha mencapai semua tujuan pembelajaran. B. Pengertian Model Pembelajaran Pesantren Secara etimologis, metode berasal dari kata “met” dan “hodes” yang berarti melalui. Sedangkan secara terminologi, metode adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara-cara yang harus ditempuh dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun metode yang digunakan di lingkungan pondok pesantren antara lain, seperti tersebut di bawah ini dengan penyesuaian menurut situasi dan kondisi masing-masing 4. Metode pemberian situasi 6. Metode problem solving 14. Metode berdasarkan teori 15. Metode hafalan/ verbalisme 18. Metode dengan sistem modul Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu 1. Metode yang bersifat tradisional salaf, yakni metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan yang telah lama dilaksanakan pada pesantren atau dapat juga disebut sebagai metode pembelajaran asli original pondok pesantren. 2. Metode pembelajaran modern tajdid, yakni metode pembelajaran hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.[4] Pada umumnya pembelajaran di pesantren mengikuti pola tradisional, yaitu model sorogan dan model bandongan. Baik dengan model sorogan maupun bandongan keduanya dilakukan dengan pembacaan kitab yang dimulai dengan pembacaan tarjamah, syarah dengan analisis gramatikal, peninjauan morfologi dan uraian semantik. Kyai sebagai pembaca dan penerjemah, bukanlah sekadar membaca teks, melainkan juga memberikan pandangan-pandangan interpretasi pribadi, baik mengenai isi maupun bahasanya. Kedua model pengajaran ini oleh sementara pakar pendidikan dianggap statis dan tradisional. Secara teknis, model sorogan bersifat individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajari. Sedangkan model bandongan weton lebih bersifat pengajaran klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan pelajaran secara kuliah dengan terjadual. C. Macam-Macam Model Pembelajaran Pesantren Berikut ini beberapa metode pembelajaran yang menjadi ciri utama pembelajaran di pesantren salafiyah Sorogan berasal dari kata sorog bahasa jawa, yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan Kyai atau pembantunya badal, asisten Kyai. Sistem sorogan ini termasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal antara keduanya.[5] Pembelajaran dengan sistem sorogan biasanya diselenggarakan pada ruang tertentu. Ada tempat duduk Kyai atau ustadz, di depannya ada meja pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap. Setelah Kyai atau ustadz membacakan teks dalam kitab kemudian santri mengulanginya. Sedangkan santri-sanri lain, baik yang mengaji kitab yang sama ataupun berbeda duduk agak jauh sambil mendengarkan apa yang diajarkan oleh Kyai atau ustadz sekaligus mempersiapkan diri menunggu giliran dipanggil. Inti metode sorogan adalah berlangsungnya proses belajar mengajar secara face to face antara Kyai dan santri. Keunggulan metode ini adalah Kyai secara pasti mengetahui kualitas anak didiknya, bagi santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran, mendapatkan penjelasan yang pasti dari seorang Kyai. Kelemahannya adalah metode ini membutuhkan waktu yang sangat banyak. Meskipun sorogan ini dianggap statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini sebenarnya konsekuensi daripada layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual kepada anak didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta kecakapan seseorang.[6] Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan, metode ini adalah metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat. Kyai menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan, begitu pula santri juga belajar dan membuat persiapan sebelumnya. Metode sorogan dilakukan secara bebas tidak ada paksaan, dan bebas dari hambatan formalitas.[7] 2. Metode Wetonan/ Bandongan Wetonan istilah ini berasal dari kata wektu bahasa jawa yang berarti waktu, sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Metode wetonan ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah wetonan ini di Jawa Barat disebut dengan bandongan. Pelaksanaan metode ini yaitu Kyai membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat gundul. Santri dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabitan harakat kata langsung di bawah kata yang dimaksud agar dapat membantu memahami teks. Metode bandongan atau weton adalah sistem pengajaran secara kolektif yang dilakukan di pesantren.[8] Disebut weton karena berlangsungnya pengajian itu merupakan inisiatif Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu, terutama kitabnya. Disebut bandongan karena pengajian diberikan secara kelompok yang diikuti oleh seluruh santri. Kelompok santri yang duduk mengitari Kyai dalam pengajian itu disebut halaqoh. Prosesnya adalah Kyai membaca kitab dan santri mendengarkan, menyimak bacaan Kyai, mencatat terjemahan serta keterangan Kyai pada kitab atau biasa disebut ngesahi atau njenggoti.[9] H. Abdullah Syukri Zarkasyi, memberikan definisi tentang metode bandongan, yaitu “Di mana Kyai membaca kitab dalam waktu tertentu, santri membawa kitab yang sama, mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai”.[10] Sedangkan Nurcholis Madjid memberikan definisi tentang metode weton. Menurutnya, “weton adalah pengajian yang inisiatifnya berasal dari Kyai sendiri, baik dalam menentukan tempat, waktu maupun lebih-lebih lagi kitabnya”.[11] Senada dengan hal di atas, Hasbullah mendefinisikan tentang metode wetonan, menurutnya[12] Metode wetonan adalah metode yang di dalamnya terdapat seorang Kyai yang membaca kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai. Metode ini dapat dikatakan sebagai proses belajar mengaji secara kolektif. Zamakhsyari Dhofier juga memberikan definisi tentang metode bandongan, menurutnya[13] Dalam sistem ini sekelompok murid antara 5 sampai 500 mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan baik arti maupun keterangan tentang kata-kata atau buah pikiran yang sulit. Dari beberapa definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran bandongan sama dengan metode wetonan maupun halaqah. Dalam model pembelajaran ini, santri secara kolektif mendengarkan dan mencatat uraian yang disampaikan oleh Kyai, dengan menggunakan bahasa daerah setempat, dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, materi kitab dan tempat sepenuhnya ditentukan oleh Kyai. Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dan praktis sedangkan kelemahannya metode ini dianggap tradisional. Biasanya metode ini masih digunakan pada pondok-pondok pesantren salaf. 3. Metode Musyawarah/ Bahtsul Masa'il Metode musyawarah atau dalam istilah lain bahtsul masa'il merupakan metode pembelajaran yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh Kyai atau ustadz, atau mungkin juga senior, untuk membahas atau mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya.[14] Dalam pelaksanaannya, para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau pendapatnya. Kegiatan penilaian oleh Kyai atau ustadz dilakukan selama kegiatan musyawarah berlangsung. Hal-hal yang menjadi perhatiannya adalah kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta yang meliputi kelogisan jawaban, ketepatan dan kevalidan referensi yang disebutkan, serta bahasa yang disampaikan dapat mudah difahami oleh santri yang lain. Hal lain yang dinilai adalah pemahaman terhadap teks bacaan, juga kebenaran dan ketepatan peserta dalam membaca dan menyimpulkan isi teks yang menjadi persoalan atau teks yang menjadi rujukan.[15] 4. Metode Pengajian Pasaran Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian materi kitab tertentu pada seorang Kyai/ ustadz yang dilakukan oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus selama tenggang waktu tertentu. Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada metode ini target utamanya adalah selesainya kitab yang dipelajari. Jadi, dalam metode ini yang menjadi titik beratnya terletak pada pembacaan bukan pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan. 5. Metode Hapalan Muhafazhah Metode hapalan ialah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan Kyai/ustadz. Para santri diberi tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu. Hapalan yang dimiliki santri ini kemudian dihapalkan di hadapan Kyai/ustadz secara periodik atau insidental tergantung kepada petunjuk Kyai/ustadz yang bersangkutan.[16] Materi pelajaran dengan metode hapalan umumnya berkenaan dengan Al Qur’an, nazham-nazham nahwu, sharaf, tajwid ataupun teks-teks nahwu, sharaf dan fiqih. 6. Metode Demonstrasi/ Praktek Ibadah Metode ini adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan meperagakan mendemonstrasikan suatu keterampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang dilakukan perorangan maupun kelompok di bawah petunjuk dan bimbingan Kyai/ustadz. dengan kegiatan sebagai berikut - Para santri mendapatkan penjelasan/ teori tentang tata cara pelaksanaan ibadah yang akan dipraktekkan sampai mereka betul-betul memahaminya. - Para santri berdasarkan bimbingan para Kyai/ ustadz mempersiapkan segala peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan praktek. - Setelah menentukan waktu dan tempat, para santri berkumpul untuk menerima penjelasan singkat berkenaan dengan urutan kegiatan yang akan dilakukan serta pemberian tugas kepada para santri berkenaan dengan pelaksanaan praktek. - Para santri secara bergiliran/ bergantian memperagakan pelaksanaan praktek ibadah tertentu dengan dibimbing dan diarahkan oleh Kyai/ ustadz sampai benar-benar sesuai kaifiat tata cara pelaksanaan ibadah sesungguhnya. - Setelah selesai kegiatan praktek ibadah para santri diberi kesempatan menanyakan hal-hal yang dipandang perlu selama berlangsung kegiatan.[17] Muhawarah adalah suatu kegiatan berlatih dengan bahasa Arab yang diwajibkan oleh pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok. Beberapa pesantren, latihan muhawarah atau muhadasah tidak diwajibkan setiap hari, akan tetapi hanya satu kali atau dua kali dalam seminggu yang digabungkan dengan latihan muhadhoroh atau khitobah, yang tujuannya melatih keterampilan anak didik berpidato. Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan aqidah serta masalah agama pada umumnya. Dalam mudzakarah tersebut dapat dibedakan atas dua tingkat kegiatan - Mudzakarah diselenggarakan oleh sesama santri untuk membahas suatu masalah dengan tujuan melatih para santri agar terlatih dalam memecahkan persoalan dengan mempergunakan kitab-kitab yang tersedia. Salah seorang santri ditunjuk sebagai juru bicara untuk menyampaikan kesimpulan dari masalah yang didiskusikan - Mudzakarah yang dipimpin oleh Kyai, dimana hasil mudzakarah para santri diajukan untuk dibahas dan dinilai seperti dalam suatu seminar. Biasanya lebih banyak berisi Tanya jawab dan hampir seluruhnya diselenggarakan dalam bahasa Arab.[18] D. Pengembangan Model Pembelajaran Pesantren Dalam upaya pengembangan model pembelajaran di pesantren, yang menjadi pertimbangan bukan upaya untuk mengganti metode sorogan menjadi model perkuliahan sebagaimana sistem pendidikan modern, melainkan merenovasi sorogan menjadi sorogan yang mutakhir gaya baru. Dimaksudkan sorogan yang mutakhir ini sebagaimana praktik dosen-dosen selama ini. Mereka mengajar kuliah dengan model sorogan. Mahasiswa diberi tugas satu persatu pada waktu tatap muka yang terjadual, setelah membaca diadakan pembahasan dengan cara berdialog dan berdiskusi sampai mendapatkan pemahaman yang jelas pada pokok bahasan.[19] Sejalan dengan itu, tampaknya perlu dikembangkan di pesantren model sorogan gaya mutakhir ini sebagai upaya pengembangan model pengajaran. Sudah barang tentu akan lebih lengkap apabila beberapa usulan metode sebagai alternatif perlu dipertimbangkan, seperti metode ceramah, kelompok kerja, tanya-jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, widya wisata, dan simulasi.[20] Metode pembelajaran yang lebih baik ialah mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Hal tersebut senada dengan ucapan Confusius dalam Mel Siberman[21] Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya faham Pola pengembangan pembelajaran yang disebutkan di atas, dapat dituangkan ke dalam metode pembelajaran yang digunakan sewaktu mengajar. Adapun metode-metode tersebut adalah sebagai berikut Metode Pembelajaran Terbimbing Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk membuka pengetahuan mata pelajaran atau mendapatkan hipotesis atau kesimpulan mereka dan kemudian memilahnya kedalam kategori- kategori. Metode pembelajaran terbimbing merupakan perubahan dari ceramah secara langsung dan memungkinkan santri mempelajari apa yang telah diketahui dan dipahami sebelum membuat poin-poin pengajaran. Metode ini sangat berguna ketika mengajarkan konsep-konsep abstrak.[22] Metode Mengajar Teman Sebaya Beberapa ahli percaya bahwa satu mata pelajaran benar-benar dikuasai hanya apabila seorang peserta didik mampu mengajarkan pada peserta lain. Mengajar teman sebaya memberikan kesempatan pada peserta didik mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang sama, ia menjadi narasumber bagi yang lain.[23] Adapun langkah-langkah metode mengajar teman sebaya ini, adalah - Memulai dengan memberikan kisi-kisi atau bahan pelajaran kepada santri - Menyuruh santri untuk mempelajarinya atau mendiskusikannya sejenak - Menunjuk perwakilan dari santri untuk maju ke depan - Menyuruh perwakilan santri tersebut untuk mengajarkan menerangkan materi yang telah didiskusikan atau dipelajari. Dalam keadaan aslinya pondok pesantren memiliki sistem pendidikan dan pengajaran non klasikal, yang dikenal dengan nama bandungan, sorogan, dan wetonan. Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran ini berbeda antara satu pondok pesantren dengan pondok pesantren lainnya, dalam arti tidak ada keseragaman sistem dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya. Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan pondok pesantren mencakup dua aspek, yaitu metode yang bersifat tradisional salaf dan metode pembelajaran modern tajdid. Namun secara rinci dapat disebutkan beberapa model pembelajaran pesantren yaitu model sorogan, wetonan bandongan, musyawarah bahtsul masa’il, pengajian pasaran, muhafadzah hapalan, demonstrasi, muhawarah, dan mudzakarah. Perlu adanya pengembangan model pembelajara di pesantren yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih baik yakni mempergunakan kegiatan murid-murid sendiri secara efektif dalam kelas, merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sedemikian rupa secara kontinu dan juga melalui kerja kelompok. Pola pengembangan pembelajaran yang dimaksud adalah metode pembelajaran terbimbing dan metode mengajar teman sebaya. Agama RI, Departemen. Pola Pembelajaran Di Pesantren . Jakarta Departemen Agama RI, 2001. Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta Rajawali Press, 1987. Arifin, Imron . Kepemimpinan Kyai, Kasus Pondok Pesantren Tebuireng. Malang Kalimasyahada Press, 1993. Depag RI. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah; Pertumbuhan dan Perkembangannya. Jakarta Depag RI, 2003. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta LP3S, 1985. Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam/ Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren. Profil Pondok Pesantren Muaddalah. Depag RI, 2004. Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta Raja Grafindo Persada, 1995. Madjid, Nurcholish. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta Paramadina, 1997. Munawaroh, Djunaidatul. “Pembelajaran Kitab Kuning di Pesantren”, dalam Abuddin Nata ed. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia Bekerja Sama dengan IAIN Jakarta, 2001. Rahardjo, M. Dawam ed. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun dari Bawah. Jakarta Perhimpunan Pengembangan Pesantren, 1985. Siberman, Mel. Active Learning 101 Strategies to Teach Any Subject, Terj. H. Sardjuli dkk. Yogyakarta Yappendis, 1996. SM, Ismail. “Pengembangan Pesantren Tradisional”, dalam Ismail SM Ed.. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yoyakarta Pustaka Pelajar, 2002. Suyoto. “Pesantren dalam Alam Pendidikan Nasional”, dalam M. Dawam Rahardjo Ed.. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta LP3ES, 1988. Tim Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya. Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM. Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1993. Zarkasyi, Abdullah Syukri. “Pondok Pesantren Sebagai Alternarif Kelembagaan Pendidikan untuk Program Pengembangan Studi Islam di Asia Tenggara”, dalam Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi. Studi Islam Asia Tenggara. Surakarta Muhammadiyah University Press, 1999.

jelaskan sistem pembelajaran yang dilaksanakan di pesantren